#skripsiana : tentang pemutihan gigi

Gigi yang berubah warna dapat mengurangi keindahan penampilan dan mempengaruhi rasa percaya diri seseorang. Saat ini, perkembangan kedokteran gigi kosmetik sangat menonjol dalam menanggulangi hal tersebut. Perkembangan bahan dan teknik baru dalam kedokteran gigi mengharuskan dokter gigi senantiasa mengembangkan kemampuan artistiknya dalam memanipulasi cahaya, warna, ilusi dan bentuk untuk menciptakan hasil restorasi yang estetis (Aschheim dan Dale, 2001). Meskipun tersedia cara restoratif, misalnya pembuatan mahkota atau veneer, sering kali perubahan warna dapat diperbaiki seluruhnya atau sebagian dengan pemutihan gigi atau biasa disebut bleaching (O’Brien, 2002). Pembuatan mahkota atau veener dapat dilakukan untuk pewarnaan intrinsik yang tidak dapat diatasi dengan pemutihan gigi saja, misalnya pada hipoplastik email dan noda tetrasiklin (Ummarah, 2009). Pemutihan gigi dapat dilakukan pada pasien dengan diskolorasi gigi yang kontraindikasi perawatan restorasi misalnya karena memiliki kebiasaan bruxism (kerot, gigi gemelatuk saat tidur). Baik perawatan restoratif maupun pemutihan gigi juga dapat dilakukan bersamaan seperti misalnya pada kasus pewarnaan gigi intrinsik karena patologi pulpa (O’Brien, 2002, Haywood, 2006).

 

DEFINISI

Pemutihan gigi adalah usaha untuk mencerahkan warna gigi dengan mengaplikasikan bahan kimia untuk mengoksidasi pewarnaan organik (Roberson et al, 2002). Proses pencerahan atau eliminasi noda permukaan ini menggunakan larutan peroksida kuat (O’Brien, 2002) pada gigi yang mengalami diskolorasi (perubahan warna) intrinsik maupun ekstrinsik (Strasler, 2006). Teknik ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih baik dari segi estetik, tidak mengambil jaringan keras gigi dan teknik perawatan relatif lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan mahkota tiruan.

1. Teknik Pemutihan Gigi

Teknik pemutihan gigi dapat diklasifikasikan menurut vitalitas gigi yaitu pemutihan gigi vital (gigi dengan pulpa yang masih hidup) dan nonvital (gigi dengan pulpa nekrosis/mati) serta menurut prosedur yang dilakukan yaitu pemutihan gigi yang dilakukan di klinik dan di luar klinik (Roberson et al, 2002).

Pemutihan gigi vital dapat dilakukan di klinik dokter gigi (in-office / power bleaching) dan di luar klinik (home bleaching). Pemutihan gigi in-office adalah proses pemutihan gigi yang dilakukan di klinik dokter gigi dengan teknik termokatalitik (aktivasi panas), termofotokatalitik, dan laser assisted bleaching. Sedangkan pemutihan gigi home bleaching dilakukan sendiri oleh pasien di rumah dengan petunjuk dan pengawasan dokter gigi. Proses home bleaching memerlukan tray yang dirancang khusus untuk mengaplikasikan bahan pemutih gigi  (Aschheim dan Dale, 2001). Perawatan home-bleaching biasanya menggunakan karbamid peroksida dengan konsentrasi 10%-22%, sedangkan in-office bleaching biasanya menggunakan hidrogen peroksida dengan konsentrasi 35%-50% dalam bentuk cairan / gel. Bleaching juga dapat menggunakan karbamid peroksida konsentrasi tinggi untuk in-office bleaching ataupun hidrogen peroksida konsentrasi rendah untuk home-bleaching (Berga-Caballero dkk., 2006).

tray bleaching (www.dentist.net/images/teeth-bleach-tray-dn.jpg)

2. Bahan Pemutih Gigi

Sebagian besar teknik pemutihan gigi menggunakan hidrogen peroksida maupun derivatnya dalam konsentrasi dan teknik aplikasi yang berbeda (Roberson et al, 2002). Perawatan home-bleaching biasanya menggunakan karbamid peroksida dengan konsentrasi 10%-22%, sedangkan in-office bleaching biasanya menggunakan hidrogen peroksida dengan konsentrasi 35%-50%. Perawatan juga dapat dilakukan dengan menggunakan karbamid peroksida konsentrasi tinggi untuk in-office bleaching ataupun hidrogen peroksida konsentrasi rendah untuk home-bleaching (Berga-Caballero dkk., 2006).

a. hidrogen peroksida

Hidrogen peroksida relatif tidak stabil dan mengalami dekomposisi secara perlahan serta melepaskan oksigen. Hidrogen peroksida dapat larut dalam air dan menyebabkan suasana asam (Greenwall, 2001). Hidrogen peroksida tersedia dalam berbagai konsentrasi namun yang paling banyak digunakan adalah pada konsentrasi 30-35% (Superoxol, Perhydrol Merck & Co.;West Point, Pa.). Hidrogen peroksida bersifat kaustik dan dapat membuat jaringan terbakar jika terjadi kontak. Hidrogen peroksida juga melepaskan radikal bebas yang toksik, anion perhidroksil, ataupun keduanya. Larutan hidrogen peroksida dengan konsentrasi tinggi harus ditangani dengan hati-hati karena bersifat tidak stabil secara termodinamis dan dapat meledak kecuali jika disimpan dalam lemari pendingin dan dimasukkan dalam wadah yang gelap (Ingle dan Bakland, 2002).

b. karbamid peroksida

Karbamid peroksida telah digunakan sebagai bahan pemutih gigi sejak tahun 1989 dan merupakan bahan yang sering dipakai dalam perawatan pemutihan gigi vital (Perdigão et al, 2004)  menggunakan teknik homebleaching. Pemutihan gigi menggunakan karbamid peroksida 10% disetujui di beberapa negara besar seperti Amerika (ADA), Canada (FDA) dan Eropa (SCCNFP) karena lebih aman, murah dan efektif untuk pemutihan gigi vital. Beberapa penelitian  mengenai karbamid peroksida 10% menyatakan bahwa bahan ini membutuhkan waktu lebih lama tetapi akan memutihkan gigi sama dengan konsentrasi tinggi, tanpa perubahan ireversibel terhadap pulpa (Matis, 2003). Karbamid peroksida juga tersedia dalam konsentrasi 15% dan 20% (Greenwall, 2001).

Karbamid peroksida merupakan jenis bahan pemutih gigi untuk diskolorasi eksternal yang juga dikenal sebagai hidrogen peroksida urea. Bahan pemutihan gigi dengan karbamid peroksida biasanya juga mengandung gliserin atau propilen glikol, sodium stanat, asam fosfat atau asam sitrat, dan zat perasa tambahan. Dalam beberapa bahan, karbopol, polimer asam poliakrilat yang larut air, ditambahkan sebagai bahan thickening serta untuk memperpanjang waktu penyimpanan (Ingle dan Bakland, 2002). Karbopol juga dapat menambah kekentalan dan daya lekat serta memperlambat proses pelepasan oksigen dari karbamid sehingga memungkinkan oksigen bereaksi lebih lama dengan bahan yang menyebabkan pewarnaan (Goldstein dan Garber, 1995).

 

3. Mekanisme pemutihan gigi

Bahan  yang dapat menghasilkan warna dalam larutan atau permukaan merupakan senyawa organik yang memiliki rantai konjugasi yang panjang baik dalam bentuk ikatan tunggal maupun rangkap. Bahan tersebut mengandung heteroatom, karbonil, dan cicin fenil dalam sistem konjugasi dan sering dikenal dengan sebutan kromofor. Pemutihan dan dekolorisasi kromofor dapat terjadi melalui perusakan satu atau lebih ikatan rangkap dalam rantai konjugasi, dengan memotong rantai konjugasi, atau dengan mengoksidasi molekul kimia lainnya dalam rantai konjugasi. Hidrogen peroksida mengoksidasi berbagai varietas senyawa organik maupun inorganik. Mekanisme reaksi ini bervariasi tergantung pada substrat, lingkungan reaksi, dan katalisis. Secara umum, mekanisme pemutihan dengan hidrogen peroksida tidak dimengerti dengan baik (Joiner, 2006).

Karbamid peroksida 10% pecah menjadi hidrogen peroksida (H2O2) 3,35%, urea (CH4N2O) 6,65%, air, dan oksigen. Karbamid peroksida 15% pecah menjadi 5,4% hidrogen peroksida (H2O2) dan karbamid peroksida 20% pecah menjadi hidrogen peroksida 7%. Pecahan ini menjadi perhatian khusus karena efeknya belum diketahui secara pasti (Greenwall, 2001). Hidrogen peroksida sendiri dapat terurai menjadi air dan oksigen secara spontan dengan reaksi sebagai berikut : 2 H2O2 → 2 H2O + O2 + Energi (Walsh, 2000).

Bahan pemutih peroksida dan nonperoksida masuk melalui perantara enamel ke tubuli dentin dan mengoksidasi pigmen pada dentin, menyebabkan warna gigi menjadi lebih cerah (Greenwall, 2001). Proses ini dapat dipercepat menggunakan pemanasan dengan sinar berintensitas cahaya rendah atau sinar dengan intensitas cahaya tinggi, misalnya sinar kuring komposit konvensional, sinar laser, sinar plasma arc dengan intensitas tinggi (Meizarini dan Rianti, 2005).

Larutan peroksida mengalir secara bebas melalui email dan dentin karena porusitas dan permeabilitas struktur keduanya. Perpindahan secara bebas ini terjadi karena berat molekul peroksida yang relatif lebih rendah serta penetrasi alami radikal oksigen dan superoksida (Greenwall, 2001).

disusun oleh: belindch

sama2 sakit gigi tapi beda2 diagnosis (tugas konservasi)

Hipersensitivitas dentin

  • Hipersensitivitas dentin adalah peningkatan sensitivitas dentin yang menimbulkan rasa sakit (dentinalgia) terjadi pada dentin akar gigi yang terbuka karena adanya rangsangan dan luar seperti taktil, panas, dingin, kimiawi serta osmotik. Hal ini dapat terjadi karena resesi gingiva, restorasi yang sudah tidak baik maupun karena karies yang mencapai dentin sehingga dentin terbuka. Rasa sakit yang timbul merupakan sakit tajam sebentar bila terkena rangsang termis (panas dan dingin), serta makanan dan minuman manis.
  • Diagnosis banding: pulpa hiperemi

Pulpitis reversible

  • Definisi: radang pulpa ringan sampai sedang akibat rangsang. Radang dapat hilang jika rangsang dihilangkan. Ditandai dengan ngilu atau rasa sakit sekejap bila makan/minum yang dingin atau panas, keluhan tidak timbul spontan.
  • Patofisiologi: pulpitis awal dapat terjadi karena karies dalam, trauma, tumpatan resin komposit/amalgam/SIK. Gambaran histologis ditandai dengan lapisan odontoblas rusak, vasodilatasi, oedem, sel radang kronis, kadang sel radang akut.
  • Gejala klinis dan pemeriksaan : nyeri tajam terjadi singkat tetapi tidak spontan, tidak terus menerus. Nyeri hilang setelah rangsangan hilang berupa panas / dingin, asam/manis. Rangsangan dingin lebih nyeri dari panas.
  • Diagnosis banding: pulpitis akut dan kronis
  • Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan vitalitas pulpa dan radiografik.

Pulpitis irreversible

  • Definisi : radang pulpa lama ditandai nyeri akut spontan setelah terbentuknya mikroabses dalam pulpa.
  • Patofisiologi : radang pulpa akut akibat proses karies yang berlanjut dan lama. Kerusakan pulpa menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan terjadi oedem, mikroabses dalam pulpa.
  • Gejala klinis dan pemeriksaan : nyeri tajam terus menerus menjalar ke belakang telinga. Penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit. Kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan / tumpatan. Pulpa terbuka, masih vital.
  • Pemeriksaan penunjang : radiografik.
  • Terapi / prosedur tindakan medis :
    • akar tunggal: perawatan saluran akar.
    • akar ganda: anestesi, pulpotomi, & ekstirpasi jaringan pulpa untuk meredakan rasa sakit, pemberian egenol & ditumpat sementara. Jika memungkinkan, diteruskan dengan perawatan saluran akar.
    • pada apeks lebar, dilakukan pulpotomi darurat & pada kunjungan berikut dilakukan pulpotomi formokresol.

Nekrosis

  • Definisi : kematian jaringan pulpa sebagian / seluruhnya, kelanjutan karies / trauma.
  • Patofisiologi : kematian jaringan pulpa dengan / tanpa kehancuran jaringan pulpa.
  • Gejala klinis dan pemeriksaan : tidak ada simptom sakit. Tanda yang sering ditemui adalah jaringan pulpa mati, perubahan warna gigi, translusensi gigi berkurang.
  • Pada nekrosis sebagian bereaksi terhadap rangsangan panas. Pada nekrosis total keadaan jaringan periapeks normal / sedikit meradang sehingga pada tekanan / perkusi terkadang normal / peka.
  • Nekrosis koagulasi dulu disebut nekrosis steril, ditandai jaringan pulpa mengeras tidak berbau.
  • Pada nekrosis liquefaksi / gangren pulpa, jaringan pulpa lisis dan bau busuk. Pemeriksaan klinis vitalitas gigi dan foto rontgen penting dilakukan.
  • Diagnosis banding: degenerasi pulpa.
  • Pemeriksaan penunjang: Vitalitester, eksplorer, radiografik.
  • Tindakan medis: bila apeks gigi terbuka dilakukan perawatan apeksifikasi. Setelah preparasi selesai, saluran akar diisi dengan Ca(OH)2 sampai 1-2 mm dr ujung akar, ditumpat tetap. Evaluasi berkala 3-6 bulan sampai terjadi penutupan apeks (pemeriksaan radiografik).