Pengertian
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak dapat diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan kebenaran (Bakker dan Zubair, 1990). Pengalaman intuitif sering hanya dianggap sebagai sebuah halusinasi atau bahkan sebuah ilusi belaka. Sementara itu oleh kaum beragama intuisi (hati) dipandang sebagai sumber pengetahuan yang sangat mulia (Kartanegara, 2005). Dari riwayat hidup dan matinya Sokrates, pengetahuan intuitif disebutnya sebagai “theoria” di mana cara untuk sampai pada pengetahuan itu adalah refleksi terhadap diri sendiri (Huijbers, 1982).
Batasan
Pengetahuan intuitif merupakan pengetahuan yang bersifat particular. Jika kita berusaha menilai sebuah lukisan misalnya, dengan pengetahuan intuitif kita akan menilainya dengan berusaha memahami dengan baik lukisan tersebut sebagaimana adanya. (Sutrisno, 2005). Kebenaran intuitif sulit dikembangkan karena validitasnya yang sangat pribadi, memiliki watak yang tidak komunikatif, khusus untuk diri sendiri, subjektif, tidak terlukiskan, sehingga sulit untuk mengetahui apakah seseorang memilikinya atau tidak. Kebenaran tersebut tidak akan dapat diuji dengan observasi, perhitungan atau eksperimen karena kebenaran intuitif tidak berhipotesis (Kneller, 1971). Karena pengetahuan intuitif itu bersifat aktif maka bisa kita pahami sebagai suatu bentuk ekspresi. Dengan kata lain, intuisi adalah ekspresi sejauh ekspresi tersebut bersifat menggubah berbagai kesan yang kita terima, melalui potensi imajinasi aktif (fantasia) ke dalam wujud berbagai kesatuan imaji maupun keberadaan keseluruhan secara esensial yang bersifat individual (Supangkat, 2006). Pengetahuan intuitif bersifat langsung (intuisionisme), sebab tidak dikomunikasikan melalui media simbol dan lebih subyektif dibanding pengetahuan rasionalis dan empiris yang lebih obyektif (Russell, 2010). Menurut Bakker dan Zubair (1990), pengetahuan intuitif bisa dimanifestasikan menjadi empat fungsi, yaitu :
a. Kemampuan fantasi bebas
Merupakan kegiatan mental untuk menciptakan gambaran-gambaran tanpa adanya objek real yang sesuai dengannya.
b. Kemampuan imajinasi estetis
Unsur-unsur yang terbentuk oleh permainan fantasi yang disengaja membentuk kombinasi yang harmonis, dan mengungkap situasi batin penciptanya dalam bentuk baru, dan mampu menggerakkan pengalaman yang sama pada orang lain.
c. Kemampuan fantasi dalam fungsi praktis
Fungsi ini dapat menjelaskan dan menyempurnakan penalaran.
d. Kemampuan imajinasi dalam penemuan ilmiah
Imajinasi ikut membentuk bangunan intelektual ilmu pengetahuan dan filsafat.
Contoh
1. Kebenaran yang timbul dalam karya seni seperti karya penulis besar Homer, Shakespeare, Proust, yang berbicara kepada kita tentang kebenaran hati nurani manusia merupakan hasil kerja intuisi (Kneller, 1971).
2. Tulisan-tulisan mistik, autobiografi dan karya essay merupakan refleksi dari pengetahuan intuitif (Kneller, 1971).
3. Seseorang dapat membayangkan diri dalam bermacam-macam peranan dan situasi; kemudian situasi tersebut dapat tiba-tiba berubah menjadi sebaliknya atau menjadi lain sekali.
4. Kita dapat menangis, terharu bila mendengar lagu atau musik yang dimainkan; cerita, novel, puisi, dapat menggetarkan hati pembacanya.
5. Seorang dosen bisa menemukan ilustrasi bahan kuliah dengan mengimajinasikan contoh-contoh dan perbandingan-perbandingan.
6. Kisah Archimedes saat berteriak “Eureka!!”, waktu dia menemukan jawaban atas pertanyaan, bagaimana ia harus mengukur ukuran benda tanpa bentuk pasti, seperti tubuh manusia. Itu terjadi justru saat ia berendam di bak mandi dan melihat air melimpah ke luar bak mandi setara dengan ukuran tubuhnya.
7. Dalam menemukan teorinya tentang hubungan bumi dan matahari Galileo Galilei justru berlaku dengan tidak sistematis.
Hakikat dan sumber pengetahuan
Pengetahuan intuitif pada hakikatnya merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman langsung seseorang dan menghadirkan pengalaman serta pengetahuan yang lengkap bagi orang tersebut. Pengetahuan jenis ini bersifat subyektif, sebab hanya dialami oleh orang tersebut (Russell, 2010).
Pengetahuan intuitif bersumber pada naluri/hati seseorang (Kartanegara, 2005). Orang timur lebih menyukai intuisi daripada akal budi karena pusat kepribadian seseorang bukanlah inteleknya tetapi pada hatinya yang mempersatukan akal budi dan intuisi, intelegensi dan perasaan (Watloly, 2001).
Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal belaka (Suhartono, 2008). Pengetahuan intuitif muncul secara tiba-tiba dalam kesadaran manusia melalui proses yang tidak disadari oleh manusia itu sendiri. Pengetahuan ini muncul sebagai hasil penghayatan, ekspresi dan individualitas seseorang, sehingga validitas pengetahuan ini sangat bersifat pribadi. Pengetahuan intuitif disusun dan diterima dengan kekuatan visi imaginatif dalam pengalaman pribadi seseorang (Kneller, 1971).
Menurut Coplestone (1953), Pengetahuan intuitif disebabkan oleh pengertian langsung terhadap kehadiran benda-benda. Pengetahuan intuitif tidak dapat tercipta begitu saja secara natural kecuali adanya objek yang dapat diteliti, tetapi pengetahuan ini dapat juga terjadi secara supernatural dikarenakan oleh kuasa Tuhan semata (cognitio intuitiva).
Daftar pustaka
Bakker, A. dan A. C. Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Sleman: Penerbit Kanisius.
Coplestone, F. 1953. A History of Philospophy: Late Medieval and Renaissance Philosophy. Vol 3. New York: Continuum
Huijbers, Theo. 1982. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta. Penerbit Kanisisus.
Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Integrasi Ilmu : Sebuah Rekonstruksi Holistik. Bandung. Penerbit Arasy PT Mizan Pustaka.
Kneller, G. F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. New York : John Wiley Sons Inc
Russell, B. 2010. The Problems of Philosophy. Los Angeles: Indo-European Publishing
Supangkat, Jim dan Zaelani, Rizki A., 2006, Ikatan Silang Budaya, Art Fabrics
Sutrisno, Mudji dkk. 2005. Teks-Teks Kunci Estetika : Filsafat Seni. Yogyakarta: Galang Press.
Watloly, Aholiab. 2001. Tanggung Jawab Pengetahuan : Mempertimbangkan Epistemologi secara Kultural. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.