Peranan Plak dalam Terbentuknya Karies

plak gigiPlak gigi merupakan lengketan berisi bakteri beserta produk-produknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi (Kidd and Joyston, 1991). Di dalam plak gigi juga terdapat makrofag, leukosit, enzim, komponen anorganik, matriks ekstraseluler, epitel rongga mulut yang mengalami deskuamasi, sisa-sisa makanan serta bakteri yang melekat di permukaan gigi (Walsh, 2006). Akumulasi bakteri ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan. Email yang bersih terpapar di rongga mulut akan ditutupi oleh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi. Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi (Kidd and Joyston, 1991).

streptococcus mutansBakteri yang mula-mula menghuni pelikel terutama yang berbentuk kokus. Yang paling banyak adalah streptokokus. Organisme tersebut tumbuh, berkembang biak dan mengeluarkan gel ekstra-sel yang lengket dan akan menjerat berbagai bentuk bakteri yang lain. Dalam beberapa hari plak ini akan bertambah tebal dan terdiri dari berbagai macam mikroorganisme. Akhirnya, flora plak yang tadinya didominasi oleh bentuk kokus berubah menjadi flora campuran yang terdiri atas kokus, batang dan filamen (Kidd and Joyston, 1991). Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak gigi adalah bakteri dari genus Streptococcus, yaitu bakteri Streptococcus mutans yang ditemukan dalam jumlah besar pada penderita karies. Bakteri Streptococcus mutans memiliki enzim glikosiltransferase yang dapat mengubah sakarosa saliva menjadi polisakarida ekstraseluler (PSE) melalui proses glikosilasi. Polisakarida ekstraseluler ini akan membentuk suatu matriks di dalam plak dimana bakteri dapat melekat. Bakteri yang memiliki toleransi tinggi terhadap asam (aciduric bacteria), yang juga mampu memproduksi asam dalam jumlah besar, dapat tumbuh dalam plak supragingival (Walsh, 2006).

Beberapa jenis bakteri seperti Streptococcus mutans dan Laktobasilus merupakan kuman yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan. Kuman-kuman tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakharida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakharida ini, yang terutama terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Dan karena plak makin tebal maka hal ini akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut (Kidd and Joyston, 1991). Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa karies terjadi karena adanya peran bakteri dalam rongga mulut seperti S. mutans yang memproduksi ekstraseluler polisakarida, seperti dekstran dan levan. Substansi ini memiliki peran dalam pembentukan plak dan perlekatan secara adhesi dari mikroorganisme. Hasil produksi dari bakteri tersebut lama kelamaan akan mengurangi enamel gigi kemudian terbentuklah karies (Newman, 1986).

Karies gigi disebabkan oleh beberapa tipe bakteri penghasil asam yang dapat merusak karena reaksi fermentasi karbohidrat termasuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Proses fermentasi ini menghasilkan asam organik kuat seperti asam laktat, asam format dan asam piruvat yang menyebabkan demineralisasi permukaan gigi. Plak gigi akan mendenaturasi sukrosa. Hal ini dapat meningkatkan produksi asam, dan menyebabkan penurunan pH dalam rongga mulut. Ketika pH turun menjadi di bawah 5,5 proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang luluh dan membuat lubang pada gigi (Walsh, 2006).

Dental karies membutuhkan beberapa faktor untuk berkembang yaitu host (gigi dan lingkungan mulut), substrat makanan, dan bakteri asam. Saliva (termasuk dalam faktor host), substrat, dan bakteri membentuk biofilm (plak) yang menempel pada permukaan gigi. Setelah beberapa waktu substrat akan menjadi penyedia nutrisi bagi bakteri dan bakteri akan memproduksi asam yang dapat menyebabkan demineralisasi gigi (McDonald dkk., 2004). Asam-asam yang dihasilkan bakteri-bakteri seperti Streptococcus mutans dan laktobasilus inilah yang dapat membuat pH plak menjadi menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun terjadi  (Kidd and Joyston, 1991).

referensi

Kidd EAM, Joyston S. 1991. Dental Caries : The Disease and Its Management. EGC : Jakarta. p.3-4.

McDonald RE, Avery DR, & Dean JA. 2004. Dentistry for the Child And Adolescent. 8th ed. Mosby, Inc. St Louis.

Newman HN. 1986. The Relation between Plaque and Dental Caries. Journal of the Royal Society of Medicine Supplement. 14(79): 1-5.

Walsh LJ. 2006. Dental Plaque Fermentation and Its Role in Caries Risk Assessment. Int Dent SA. 8(5):34-40

contributor: Anita Kartika Sari, Wyndi NK, Belinda C Hapsari, Nur Ferliana Sari, Ganang R Kurniaji

MENGUKUR VOLUME CAIRAN KREVIKULER GINGIVA DENGAN METODE INTRASULKULER

ABSTRACT

Gingival fluid (crevicular fluid) is blood plasma transudate which found in gingival sulcus due to the leaky plasma from blood capilary at free gingival (Harty & Ogston, 1995). Increase in volume of gingival fluid indicated gingival diseases (Roth dan Calmes, 1981). The aims of this study were to make the students understand the procedure of taking and measuring the volume of gingival fluid by using intrasulcular procedure. The oral cavity were isolated by cotton roll and dried by cotton. Then put a tissue paper to the sulcus. Three minutes after, the tissue paper were taken and gave a drop of ninhydrin 2% liquid over it. The change of color of tissue paper were measured with sliding caliper and the data were analized. All of tissue paper weren’t gave any change color. It can be the result of healty gingiva, unstimulated gingival fluid, and uncorrect applying of tissue paper.

Kata Kunci : cairan gingiva, sulcus gingiva, intrasulkuler

PENDAHULUAN

Gingival fluid (crevicular fluid) adalah transudat plasma darah yang ditemukan di sulkus gingiva akibat kebocoran plasma dari kapiler-kapiler darah di gingiva bebas (Harty & Ogston, 1995). Selain IgG, IgA dan IgM, beberapa komponen komplemen C3, C4, C5 dan proaktivator C3 telah ditemukan dalam cairan sulkus gingiva. IgG dalam cairan krevikuler berisi antibodi spesifik terhadap sejumlah jasad renik oral (misalnya S. mutans dan B. gingivalis). Terdapat sejumlah komponen lainnya dalam cairan krevikuler, termasuk albumin, transferin, haptoglobin, glikoprotein dan lipoprotein yang fungsinya belum diketahui (Lehner, 1995). Sumber lain menjelaskan bahwa dalam cairan gingiva juga terdapat asam amino, protein plasma seperti α1, α2, β dan  γ globulin, elektrolit, sistem fibrinolitik, dan material sel (Humprey and Williamson, 2001).

Fungsi cairan krevikuler gingiva menurut Manson dan Eley (1933) adalah sebagai berikut:

  1. mencuci daerah leher gingiva, mengeluarkan sel-sel epitelial yang terlepas, leukosit, bakteri, dan kotoran lainnya
  2. protein plasma dapat mempengaruhi perlekatan epitelial ke gigi
  3. mengandung agen antimikrobial misalnya lisosim
  4. Membawa leukosit PMN dan makrofag yang dapat membunuh bakteri. Juga menghantarkan IgG, IgA, IgM dan faktor-faktor lain dari sistem imun
  5. Jumlah cairan gingiva dapat diukur dan digunakan sebagai indeks dari inflamasi gingiva

Pada gingiva normal, dimana vasa mikrosirkular menghalangi derajat normal permeabilitasnya, jumlah cairan yang memasuki sulkus gingiva adalah minimal. Peningkatan jumlah cairan gingiva dapat dipertimbangkan sebagai tanda-tanda adanya penyakit gingiva. Di sini cairan gingiva merupakan merupakan eksudat inflamasi (Roth dan Calmes, 1981). Namun cairan gingiva juga dapat dirangsang dengan cara: memasang sepotong kertas filter di dalam leher gingiva, mastikasi, dan penyikatan gigi (Moreira et al, 2009). Faktor lain yang mempengaruhi jumlah cairan gingiva yaitu stimulasi mekanik dan pemijatan gingiva, ritmik jantung, perubahan hormonal dan enzim (Macphee and Cowley,  1975).

Tabel perbedaan saliva dan cairan krevikuler gingiva dalam segi komposisi dan fungsi.

Saliva Cairan krevikuler gingiva
Komponen Ig major IgA sekretori Ig G, IgM, IgA
Fungsi Hembatan perlekatan jasad renik Opsonisasi oleh Ig dan C3b

Fagositosis dan mematikan

Lisis bergantung kepada komplemen

Hambatan perlekatan jasad renik1

(Lehner, 1995)

Dalam praktikum digunakan cairan ninhidrin untuk menilai adanya cairan gingiva. Ninhidrin merupakan oksidator yang menyebabkan dekarboksilasi oksidatif dari asam amino yang menghasilkan CO2, NH3, dan aldehid yang rantainya lebih pendek 1 C dari asam amino asalnya. Ninhidrin yang tereduksi akan bereaksi dengan NH3 sehingga membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan absorpsi warna maksimum pada panjang gelombang 570 nm. Pewarnaan dengan ninhidrin bertujuan untuk menunjukkan adanya asam amino (Anonim, 2008).

Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa mampu melakukan prosedur pengambilan dan pengukuran volume cairan krevikuler gingiva menggunakan prosedur intrasulkuler.

BAHAN DAN CARA

Praktikum ini menggunakan teknik intrasulkuler untuk mengukur volume cairan gingiva dan membutuhkan alat serta bahan seperti mikroskop, kertas saring ukuran 10 mm x 2 mm, larutan ninhidrin 2%, alkohol 70%, plastik kecil, sliding caliper, kapas dan cotton roll. Untuk mengambil cairan gingiva dilakukan dengan cara mengisolasi rongga mulut dengan cotton roll dan mengeringkan gingiva dengan kapas. Kertas saring yang sudah dipotong sesuai ukuran disisipkan ke dalam sulkus gingiva pada gigi anterior rahang atas (21 ׀12) sampai dirasa menyentuh dasar sulkus. Setelah dibiarkan selama 3 menit, kertas saring diambil dan ditetesi dengan larutan ninhidrin 2%. Setelah terlihat perubahan warna (menjadi biri keunguan), panjang warna diukur dengan sliding caliper. Data yang didapat diinterpretasikan.

HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Rata-rata hasil percobaan

No Probandus Volume (mm3) Rata-rata
2׀ 1 ׀ ׀1 ׀2
1 Mega 0 0 0 0 0
2 Yosaphat 0 0 0 0 0
3 Pandu 0 0 0 0 0
4 Ratna 0 0 0 0 0
5 Belinda 0 0 0 0 0
6 Nirwana 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0

Keterangan: tidak terjadi perubahan warna pada kertas saring

PEMBAHASAN

Hasil percobaan tidak menunjukkan perubahan warna pada semua kertas saring. Adanya perubahan warna menunjukkan adanya asam amino yang berarti didapatkan cairan sulkus gingiva  pada kertas saring (Anonim, 2008; Humprey and Williamson, 2001). Ketiadaan perubahan warna pada kertas saring probandus dapat mengindikasikan beberapa hal yaitu

  1. Gingiva probandus sehat karena pada gingiva normal, dimana vasa mikrosirkular menghalangi derajat normal permeabilitasnya, jumlah cairan yang memasuki sulkus gingiva adalah minimal. Karena peningkatan jumlah cairan gingiva dapat dipertimbangkan sebagai tanda-tanda adanya penyakit gingiva (Roth dan Calmes, 1981).
  2. Cairan gingiva tidak terangsang untuk keluar. Cairan gingiva dapat dirangsang dengan cara: memasang sepotong kertas filter di dalam leher gingiva, mastikasi, dan penyikatan gigi (Moreira et al, 2009).
  3. Walaupun ke dalam sulkus disisipkan kertas saring yang seharusnya dapat merangsang keluarnya cairan sulkus (Moreira et al, 2009), namun bisa jadi pemasangan yang kurang teliti oleh praktikan atau pemasangan yang salah, misalnya kertas saring tidak betul-betul masuk ke dalam sulkus, dapat menjadi faktor lain mengapa tidak didapatkan perubahan warna pada kertas saring.

KESIMPULAN

Warna kertas saring tidak berubah dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gingiva probandus sehat, tidak terangsangnya cairan gingiva serta kemungkinan pemasangan kertas yang salah.

IDENTIFIKASI BAKTERI DENTAL PLAK MELALUI MORFOLOGI KOLONI DAN PENGECATAN GRAM

ABSTRACT

To identify and study specific microorganisms needs to be done naturally and maintenance culture in the laboratory. The aims of this practicum enables students to perform bacterial culture from dental plaque, bacterial identification based on colony morphology and Gram’s staining in preliminary identification of bacteria in dental plaque. Plaque samples taken from the tooth surface by using a toothpick and then placed in a glass homogenizer containing potassium phosophate buffered 40nM 1ml and performed homogenization then done as much as 5x dilution. Solvent dilution results of 4th and 5th grown in BHI media as much as 100 μl and incubated for 7 days. Five different colony morphology were observed include color, border, its appearance and elevation. Of the five colonies were obtained, taken two different colonies (from the plate 4 and 6) to do Gram’s staining. Observations obtained seven colonies of different morphology while the result of Gram’s staining got two different results. Estimates bacteria contained in the probandus’s plaque are Clostridium Sp., Bacillus Sp., Corynebacterium Sp., Actinomyces Sp., Lactobacillus Sp., Neisseria Sp. and Chlamydia Sp. The results of identification was not the final result because the observation of morphology of the colony and Gram’s staining only as an initial step in the process of identification of bacteria so that it requires further investigation to obtain the final result.

Keyword : identifikasi bakteri, pengecatan Gram, morfologi koloni

PENDAHULUAN

Dental plak merupakan faktor umum dari etiologi penyakit periodontal (khususnya periodontitis) dan karies gigi. Plak terdiri dari sel-sel bakteri yang terikat bersama dengan matriks yang terbentuk dari produk ekstraseluler bakteri tersebut. Spesies bakteri yang terdapat dalam plak tidak terbatas jumlahnya (Orland, 1982). Pemeriksaan pada plak supragingival mayoritas terdapat 3 grup mikroorganisme yaitu streptococci, veillonellae, dan actinomyces predominate. Untuk mengidentifikasi dan mempelajari mikroorganisme spesifik perlu dilakukan kultur alami dan pemeliharaan dalam laboratorium (McGhee, et al, 1982).

Dalam menumbuhkan kultur bakteri harus memperhatikan nutrisi yang tepat bagi mikroorganisme, kelembaban media, pH dan ketersediaan oksigen. Media harus steril agar tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lain serta diinkubasi pada suhu yang tepat (Tortora, et al, 2001). Agar Brain Heart Infusion (BHI) adalah medium solid yang diperkaya dengan nutrisi, digunakan untuk mengkultur beberapa jenis tertentu dari bakteri, fungi dan ragi. BHI agar digunakan untuk mengkultur berbagai macam mikroorganisme seperti Streptococcus, Meningococcus dan Pneumococcus. Nutrisi yang digunakan berasal dari infus hati dan otak anak sapi serta campuran pepton yang menyediakan nitrogen, vitamin, mineral dan asam amino yang mendukung pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Creitz and Pucket, 1954 cit. Bastié and Lann, 2005)

Empat kriteria penting dalam karakterisasi dan klasifikasi bakteri meliputi: morfologi, karakteristik kultur, karakteristik fisiologis dan patogenisitas (Sarles, et al, 1956).  Karakterisasi kultur bakteri dapat diperoleh dari pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis dari koloni bakteri. Pemeriksaan makroskopis koloni dinilai dari bentuk (punctiform, irregular, filamentous, atau rhizoid), elevasi (flat, raised, atau convex), karakteristik optis (warna, opak, translusen, atau transparan) dan permukaan (halus atau kasar), kelembaban, dll (Sarles, et al, 1956).

Karakteristik taksonomi yang penting dari mikroorganisme adalah respon mereka terhadap pewarnaan Gram. Prosedur pewarnaan Gram dimulai dengan aplikasi pewarna dasar yaitu kristal violet kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan iodine. Semua bakteri akan tercat biru pada prosedur ini. Sel kemudian diberi alkohol. Sel Gram positif akan mempertahankan ikatan kristal violet-iodine dan tetap berwarna biru, sedangkan sel Gram negatif akan terdekolorisasi. Pada tahap akhir dilakukan pengaplikasian counterstain (misalnya red dye safranin) sehingga sel Gram negatif yang terdekolorisasi akan berwarna merah dan warna sel Gram positif menjadi ungu (Brooks, et al, 2001).

Tabel perbandingan bakteri Gram positif dan negatif (Tortora, et al, 2001)

No Perbandingan Positif negatif
1 Reaksi terhadap pewarnaan Gram Mempertahankan kristal violet,

tercat ungu

Dapat didekolorisasi,

tercat merah

2 Lapisan peptidoglikan Tebal dan kaku (multilayered) Tipis (single-layered)
3 Lipopolisakarida (LPS) Tidak ada Ada
4 toksin Eksotoksin endotoksin

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan kultur bakteri yang berasal dari plak gigi, identifikasi bakteri berdasarkan morfologi koloni dan melakukan pengecatan Gram sebagai tahap awal dalam identifikasi bakteri dental plak.

BAHAN DAN CARA

Sampel plak diambil dari permukaan gigi dengan menggunakan tusuk gigi kemudian diletakkan dalam glass homogenizer yang berisi 1ml 40nM potassium phosophate buffered dan dilakukan homogenisasi. Seluruh larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dilakukan pengenceran sebanyak 5x. Larutan hasil pengenceran ke-4 dan ke-5 diteteskan ke media agar BHI sebanyak 100 µl dan diratakan dengan glass bead. Media diinkubasi selama 7 hari. Lima koloni yang berbeda diamati morfologinya meliputi warna, batas tepi, penampakan dan elevasi. Dari 5 koloni yang didapat, diambil 2 koloni berbeda (dari plat 4 dan 6) untuk dilakukan pengecatan Gram. Koloni diambil dengan ose steril dan diletakkan pada glass slide yang telah ditetesi air. Glass slide dipanaskan dengan api sampai kering untuk fiksasi kemudian dilakukan pengecatan Gram. Glass slide ditetesi dengan kristal violet, ditunggu 60 detik dan dibilas air, selanjutnya Gram’s iodine diteteskan pada glass slide. Setelah 60 detik dibilas dengan air mengalir dan ditetesi safranin. Enam puluh detik kemudian dibilas kembali dengan air mengalir, glass slide dikeringkan dan diamati dengan mikroskop.

HASIL PENGAMATAN

Tabel Hasil Pengamatan Morfologi Koloni

Nomor plat Diameter Tepi Warna Elevasi
4 4 mm Rata putih Flat
4 5 mm Irreguler Putih Flat
5 2 mm rata Putih meninggi
5 4 mm Irreguler Putih Meninggi
6a 4 mm Irreguler kuning Meninggi
6a 0.05 mm Rata Putih Meninggi
6b 1 cm Irreguler Putih meninggi

Tabel Hasil pengecatan Gram

Nomor plat Warna Susunan Bentuk
4 Ungu Kelompok Bacil
6a Merah Kelompok Coccus

PEMBAHASAN

Pemeriksaan makroskopis koloni dinilai dari bentuk (punctiform, irregular, filamentous, atau rhizoid), elevasi (flat, raised, atau convex), karakteristik optis (warna, opak, translusen, atau transparan) dan permukaan (halus atau kasar), kelembaban, dll (Sarles, et al, 1956). Hasil pengamatan koloni didapatkan 7 morfologi yang berbeda. Perbedaan ini dimungkinkan karena perbedaan jenis bakteri yang tumbuh dalam plat tersebut.

Hasil pengecatan Gram didapatkan dua hasil yang berbeda. Koloni bakteri dari plat 4 dapat diketahui sebagai bakteri Gram positif karena berwarna ungu. Menurut karakteristik susunan dan bentuknya terdapat beberapa bakteri yang sesuai dengan ciri tersebut yaitu golongan Clostridium Sp., Bacillus Sp. (Cowan, 1974), Corynebacterium Sp. (Burton, 1983), Actinomyces Sp. dan Lactobacillus Sp. (McGhee, et al, 1982).

Sedangkan pada plat nomor 6b diketahui bahwa bakteri merupakan Gram negatif karena menghasilkan warna merah dengan pengecatan Gram. Berdasarkan sifat susunan dan bentuknya, dapat diperkirakan beberapa bakteri yang sesuai dengan ciri tersebut yaitu Neisseria Sp. (Cowan, 1974; McGhee, et al, 1982) dan Chlamydia Sp. (Burton, 1983).

Hasil identifikasi dari bakteri yang didapat ini bukan merupakan hasil akhir karena baik pengamatan morfologi koloni maupun pengecatan Gram hanya sebagai tahap awal dalam proses identifikasi bakteri (Sarles, et al, 1956; Burton, 1983) dan merupakan cara cepat dalam mengidentifikasi bakteri infeksius (Maza, et al, 1997). Pengecatan Gram dilakukan untuk mengetahui reaksi bakteri terhadap pengecatan Gram yang merupakan karakteristik taksonomi penting (Brooks, et al, 2001), dari hasil pengecatan ini pemeriksaan lanjutan dapat lebih dispesifikkan untuk mendapatkan hasil akhir. Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan misalnya tes aerob-anaerob, pembiakan untuk melihat endospora, motilitas bakteri, reaksi katalase, reaksi oksidase dan fermentasi glukosa (Cowan, 1974). Penanaman pada media tertentu misalnya media selective maupun media differential juga perlu dilakukan untuk memperkuat kepastian hasil identifikasi (Burton, 1983).

KESIMPULAN

  1. Pemeriksaan morfologi koloni dan pengecatan Gram dapat dilakukan sebagai tahap awal dalam proses identifikasi bakteri
  2. Pengecatan Gram merupakan karakteristik taksonomi yang penting dalam identifikasi bakteri
  3. Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperoleh hasil akhir yang pasti tentang jenis bakteri yang sedang diperiksa